Rabu, 28 April 2010

Memandang Belanda, Memotivasi Indonesia


Dunia mengenal Philips, sama baiknya seperti Philips mengenal dunia. Dengan tagline “Terang Terus”, produk lampu itu menerangi jutaan rumah penduduk bumi. Lalu ada Bata, produsen sandal dan sepatu yang menjadi alas kaki miliaran manusia di dunia. Ada juga Shell, oli yang pernah menjadi sponsor tetap tim F1 Scuderia Ferrari dengan pebalap legendarisnya, Michael Schumacher.

Jika Anda penggemar susu, pasti familiar dengan Frisian Flag (Friesche Vlag) perusahaan induk produsen susu Bendera di Indonesia. Anda juga barangkali kenal dengan Heineken, penghasil jutaan liter bir per tahunnya. Sebagian masyarakat Indonesia pasti mengenal pula Unilever, produsen pasta gigi Pepsodent, sabun Lux, dan produk keperluan rumah tangga sehari-hari lainnya.

Nah, tahukah Anda bahwa berbagai perusahaan indukpemegang merek-merek dagang tersebut berasal dari Belanda, negeri mungil di belahan Eropa yang bernama resmi Koninkrijk der Nederlanden? Negeri kaya inovasi ini punya ikatan yang sangat kuat dengan negara kita, Indonesia. Kedekatan ini terjalin karena nenek moyang sebagian warga Belanda pernah tinggal di Indonesia selama sekitar 3,5 abad.

Kini, perusahaan-perusahaan tadi dikenal sebagai korporat raksasa yang produknya merambah ke berbagai pelosok dunia dan menjadi kekuatan ekonomi Belanda. Selalu ada saja karya dan produk inovatif yang mereka rilis dan kemudian menjadi bagian dari kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat dunia.

Belanda tak hanya piawai mencetak beragam produk ionovatif di bidang industri. Kesegaran daya pikir orang-orang Belanda juga merambah dunia olahraga. Sebut saja strategi dan taktik jitu arsitek lapangan rumput mereka yang menjadi fondasi kekuatan tim-tim andal yang berlaga di kancah sepakbola modern.

Belanda menamakan strategi itu “Total Football” yang dikenalkan pelatih tim Belanda di Piala Dunia Jerman Barat 1974, Rinus Michel. Rinus mengajarkan dunia bagaimana sepakbola seimbang antara menyerang dan bertahan. Selain bertaji, strategi “total football” sangat menghibur. Tim asuhan Rinus saat itu sampai dijuluki juara tanpa mahkota.




Masih di kancah sepakbola, Belanda memiliki Ajax Amsterdam, klub dengan metoda inovatif untuk melahirkan para pemain muda brilian di masanya. Klub ini juga memiliki stadion unik yang menjadi salah satu ikon budaya inovasi Belanda. Ya,Stadion ArenA di Amsterdam dibangun di atas terowongan jalan tol!





Dunia sudah mengakui, orang Belanda memang kreatif di berbagai bidang. Apa saja pendorong kuatnya daya kreasi dan inovasi orang-orang Negeri Kincir Angin itu? Saya mencoba membedahnya secara sederhana.

Pertama, jika dihubungkan dengan kondisi geografis negaranya, penduduk Belanda memang dituntut untuk terus berinovasi. Karena jika tidak, bisa jadi Belanda kini hanya tinggal sejarah. Sebagian wilayah negara asal pesepakbola Marco van Basten itu berada di bawah permukaan laut. Tanpa inovasi di bidang teknologi, negeri mungil itu bisa tenggelam.

Kincir angin dan dam yang lebih kita kenal sebagai bendungan adalah inovasi paling populer orang Belanda. Maka wajar saja jika nama beberapa kota di sana berakhiran “dam” seperti Amsterdam atau Rotterdam. Kincir dan dam secara umum berfungsi menjaga agar Belanda tak kebanjiran lalu tenggelam. Dari sanalah istilah “Negeri Kincir Angin” muncul.

Faktor kedua, Belanda tak punya wilayah yang luas yakni hanya 41,526 km persegi. Negeri ini juga tidak punya kekayaan alam melimpah layaknya kita di Indonesia. Jika tak ada ide segar dan baru, maka kini Ratu Beatrix hanya akan memimpin rakyatnya yang miskin, pengangguran, dan sakit-sakitan.

Tidak itu saja. Sumber daya manusianya pun sedikit. Penduduk Belanda kurang lebih hanya sekitar 16 juta jiwa dengan kepadatan 395 jiwa per kilometer persegi. Rakyat Belanda terpaksa -lebih tepatnya dipaksa- memutar otak agar dapat membuat negaranya mampu bersaing di segala bidang dengan negara lain. Motivasi inilah yang kemudian membuat daya inovasi dan daya kreasi orang-orang Belanda menjadi sangat luar biasa. Belanda pun menjelma menjadi salah satu negara termaju di Eropa dan dunia.





Sebetulnya, saya tidak pernah menginjakkan kaki di negeri Perdana Menteri Jan Peter Balkenende itu. Tapi, informasi, kabar, dan kisahnya sering saya dengar baik melalui media maupun secara lisan dari orang-orang yang pernah berkunjung ke sana. “Belanda tak terlupakan,” kata Tamara Anisa, seorang teman saya.

Tamara yang akrab saya sapa Tara, pernah bermukim beberapa bulan di Belanda. Dia sering bercerita bagaimana masyarakat Belanda, tua dan muda, selalu berupaya mencari hal-hal baru hingga menguasai detailnya baik demi kelanjutan hidup personal maupun untuk negara mereka. Kaum muda, pelajar, dan mahasiswanya selalu menjadi garda terdepan proses transfer daya kreatif dan inovatif.

Belanda punya TU Delft University of Technology di Delft, salah satu kota kecil di sana. Siapa sangaka bila universitas ini ternyata merupakan cikal bakal pendirian Institut Teknologi Bandung (ITB), kampus teknik terdepan di Indonesia. Banyak fenomena teknologi yang dihasilkan mahasiswa TU Delft.




“Penelitian mereka tidak hanya untuk jadi formalitas kelulusan seperti kita di Indonesia. Dokumentasi hasil penelitian mahasiswa di sana tidak juga hanya untuk ditumpuk atau disimpan rapi di perpustakaan tanpa tindak lanjut atau implementasi berarti,” tutur Tara.

Bila ada bagian yang kurang, mereka akan terus meneliti hingga karyanya sempurna dan bisa diimplementasikan untuk kemajuan kehidupan. “Karya penelitian di sana sangat dihargai, baik secara moral maupun materil,” ujar Tara lagi.

Bagi saya, Belanda sudah menjadi hapalan sehari-hari sejak duduk di bangku sekolah dasar. Nama negara itu sering menjadi materi soal ujian pada mata pelajaran Sejarah. Beberapa pertanyaan misalnya, “Tahun berapa Belanda (VOC) mendarat di Sunda Kelapa?”, “Siapa perwakilan Belanda di perjanjian Linggarjati?,” atau “Di kota mana Konferensi Meja Bundar digelar?” sering saya temui di tes-tes mata pelajaran sejarah.

Jujur, saya sempat membenci Belanda saat kecil dulu. Buku-buku pelajaran sejarah memuat bagaimana Belanda menciptakan kebodohan, keterpurukan, dan kemiskinan di Indonesia ratusan tahun lamanya. Bayangan saya saat itu tentang orang Belanda adalah bule-bule sombong, kejam, dan angkuh.

Namun seiring dengan kedewasaan sekaligus perkembangan wawasan, kini saya berdecak kagum terhadap Belanda. Bayangkan saja, bagaimana bisa ratusan tahun lalu, orang-orang dari negeri mungil tersebut menguasai Nusantara bentukan Maha Patih Gajah Mada.

Satu hal lagi yang saya pelajari dari negeri eks jajahan Spanyol ini adalah kebebasan. Terlepas dari konteks sejarah dengan Indonesia, sisi lain Belanda sebenarnya telah mengajarkan dunia tentang kebebasan dan cara menghargainya. Kebebasan adalah sarana untuk mendukung daya pikir pembaharu.

Tara bercerita, di Belanda, seks pranikah cenderung legal, homoseks tidak tabu. Negara itu bahkan dikenal sebagai tempat pernikahan kaum homo. Di Belanda, tayangan porno ada di hampir semua siaran televisi. Ganja pun diperjualbelikan bebas di beberapa gerai. Prostitusi juga diizinkan.

Kacaukah Belanda? Tidak. Kebebasan ternyata justru membuat Belanda teratur. Bahkan, Belanda bahkan dikenal sebagai kiblat alias acuan hukum dunia!

Di samping segala keterbatasan mengenai daratannya yang terancam bencana air bah, luas wilayah yang sempit atau SDM yang kurang, kebebasan inilah yang hakikinya membuat daya imajinasi dan inovasi orang-orang Belanda begitu tinggi.

Anda pasti mengenal Vincent Willem van Gogh (30 Maret 1853 – 29 Juli 1890). Seorang pelukis pengidap epilepsi kelahiran Belanda yang karyanya berdampak luas di dunia. Beraliran ekpresionis, proses kreatif van Gogh juga berangkat dari kebebasan penuh dalam menuangkan ide pada karya-karyanya.


Philips, Shell, Rinus Michael, van Gogh, dan banyak lembaga atau tokoh Belanda lainnya memiliki karya-karya inspiratif karena dukungan penuh negara. Dukungan lingkungan yang beretos kerja tinggi serta sektor pendidikan yang memiliki hubungan baik dengan industri.

Inti dari paparan tentang sekelumit Belanda yang saya tahu ini adalah inspirasi dan dorongan kuat bagi kita untuk tidak berhenti berinovasi. Inovasilah yang membuat negeri mungil itu menjadi bersahaja dan dihormati negara-negara lain di belahan dunia. Inovasi tiada henti.

Dan saya ingin merasakan langsung betapa budaya terus berinovasi itu masuk ke sendi-sendi kehidupan masyarakatnya. Saya ingin merasakan langsung bagaimana proses dan daya kreatif bisa membuat kehidupan manusia menjadi lebih maju, lebih berarti. Bagi dirinya sendiri, lingkungan, dan negaranya. Saya ingin –dengan ilmu dan pengalaman di Belanda-, suatu saat menjadi pelaku sekaligus saksi bahwa Indonesia pun bisa menjadi salah satu kekuatan yang diperhitungkan di dunia. (krisiandi sacawisastra)





keterangan foto: foto1: rinus michels www.sportsillustrated.cnn.com
foto2: stadion Amsterdam ArenA www.skyscrapercity.com/showthrea
foto3: Perdana Menteri Jan Peter Balkenende www.rnw.nl
Foto4: TU Delft Building www.boiteaoutils.blogspot.com
Foto5: Vincent van gogh http://id.wikipedia.org/wiki/Vincent_van_Gogh

3 komentar:

walking mind mengatakan...

aku suka sekali dengan ulasan kamu. banyak informasi baru yang bisa di dapatkan pembaca blog kamu.
good work!

Andika Hendra Mustaqim mengatakan...

orang Belanda memang inovatif di bidang mana saja. saya sangat sepakat itu...

komentari artikel blogku dung....

http://andikahendramustaqim.blogspot.com/2010/04/inovasi-belanda-tak-terpisahkan-dari.html
http://andikahendramustaqim.blogspot.com/2010/04/belajar-inovasi-dari-di-belanda.html
http://andikahendramustaqim.blogspot.com/2010/04/ingin-bertemu-para-penemu-kotak-ajaib.html
makasih sebelumnya...

Anonim mengatakan...

wuih mantap mang.. lengkap dan -seperti biasanya tulisan kau- enak dibaca

ah saya eleh siganamah hehe...