Senin, 06 Oktober 2008

Babakan Siliwangi:Ruang Hijau yang Terluka

Ruang Hijau yang Terluka
Sunday, 05 October 2008

Daerah Babakan Siliwangi (Baksil) kembali menjadi polemik.Salah satu ruang terbuka hijau (RTH) di Kota Bandung ini terus ”terluka”oleh proyek pemerintah kota (Pemkot).

Penyebab kekisruhan di daerah ini terjadi ketika Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya (Distarcip) Kota Bandung yang saat ini di bawah komando Juniarso Ridwan mengeluarkan izin mendirikan bangunan (IMB). Izin tersebut diberikan kepada pengembang PT Esa Gemilang Indah (EGI) untuk membangun restoran.

Kontroversi pembangunan di kawasan Baksil sebenarnya sudah muncul sejak lama. Puncaknya, saat ada rencana Babakan Siliwangi yang merupakan ruang terbuka hijau alamiah akan dibangun kompleks cottage pada 2001. Di dalamnya tak hanya akan dibangun rumah makan dan pusat kesenian, namun juga dibangun apartemen.

Akan tetapi setelah beberapa tahun, isu pembangunan tersebut tidak terdengar. Permasalahan kembali dipicu dengan keluarnya IMB dari Distarcip. Rencana ini kontan membuat para aktivis lingkungan, seniman Baksil,dan beberapa warga Kota Bandung bereaksi.

Pemkot Bandung bergeming dan belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait rencana pembangunan ini.Wali Kota Bandung Dada Rosada masih enggan mengeluarkan pernyataannya soal Baksil. ”Saat ini masih dikaji Amdal (analisis mengenai dampak lingkungan) dan bukan hanya faktor lingkungan. Di dalamnya juga dikaji faktor sosial, ekonomi, lalu lintas, dan lain-lain. Dibutuhkan waktu lama untuk mengkaji hal tersebut.Jika nanti sudah ada hasilnya, kami akan terbuka pada masyarakat,” ujar Kepala Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLH) Kota Bandung Nana Supriatna beberapa waktu lalu.

Sementara itu, Juniarso mengatakan, pihaknya akan tetap membangun restoran di Baksil. ”Apa salahnya kami membangun kembali? Toh sebelumnya pernah ada restoran, kenapa harus diributkan?” tanya Juniarso.

Pada2003,PemkotBandung menjalin perjanjian kerja sama (PKS) dengan PT Esa Gemilang Indah untuk membangun rumah makan di Babakan Siliwangi. Kini rencana itu kembali mengemuka. Lahannya menggunakan lahan bekasrumahmakanmilikPemkot Bandung yang terbakar.

Hingga saat ini tidak ada pihak yang mau terbuka soal PKS dan apa isi perjanjian tersebut, termasuk PT EGI yang tidak mau pernyataannya diekspos mediamassa.PemkotBandung pun sama, mereka tidak mau perjanjian tersebut dibuka kepada publik.

Sementara, Ketua DPRD Kota Bandung Husni Muttaqin terus meyakinkan pemkot bahwa pembangunan di Baksil melanggar Perda No 2/2004 tentang Rencana Ruang Tata Kota dan Wilayah (RTRW) Kota Bandung. Dia mengatakan bahwa kawasan tersebut tidak boleh dialihfungsikan dari fungsi idealnya sebagai ruang terbuka hijau (RTH). Dia mengungkapkan,wakil rakyat secara kelembagaan sebetulnya telah menyetujui pembangunan di kawasan Baksil.

”Dulu persetujuannya kan hanya membangun kawasan seni,bukan sebagai kawasan komersial. Lagi pula ada hal-hal tertentu yang menjadi syarat pengembang membangun di kawasan Baksil, salah satunya harus meremajakan tanaman,”ujar Husni.

Pembangunan restoran ini diprediksi akan memakan lahan seluas 5% dari total luas Baksil yang mencapai 3,8 hektare. Sekretaris Komisi A DPRDKotaBandung Tedy Rusmawan pernah mengatakan bahwa pendirian restoran yang memakan lahan lebih dari 300 meter persegi itu akan sangat kontraproduktif dengan rencana jangka panjang untuk RTH yang sudah disepakati awal 2008.

Pemkot sudah sepakat menambah RTH sampai 9% dari total wilayah kota.Saat ini Bandung baru memiliki 1.466 hektare ruang hijau atau sekitar 8% dari total wilayah kota.

Menurut anggota Komisi A DPRD Kota Bandung Lia Noer Hambali, sistem pemberian izin mendirikan bangunan (IMB) di Kota Bandung harus dievaluasi dan diperbaiki. Pihaknya akan mengevaluasi secara menyeluruh sistem yang dianggap salah tersebut. Selama ini,sambungnya,pemkot cenderung jarang melibatkan DPRD.

Pemkot hanya melibatkan DPRD bukan untuk hal-hal yang menyangkut kepentingan masyarakat.Lia menilai masih belum terbentuknya tata ruang di Kota Bandung terjadi karena pejabat yang terkait tidak peka terhadap perda dan aspirasi masyarakat. Karena itu, seharusnya dilakukan penertiban perda yang mengatur sanksi bagi pejabat yang mengeluarkan IMB dan bisa merugikan masyarakat.

”Perda itu harus mengatur sanksi,mulai penurunan pangkat sampai ke pemecatan,”kata Lia. Aktivis lingkungan dan seniman Rahmat Jabaril mengatakan, dia dan teman-temannya akan menyiapkan gugatan class action jika pembangunan restoran besar, anjungan seni,juga lahan parkir jadi dilaksanakan.

Dia akan menunggu terlebih dulu langkah DPRD yang akan memanggil Distarcip. Jika tidak ada hasil yang memuaskan, masyarakat siap untuk melakukan class action.
(krisiandi sacawisastra)