Kamis, 27 Agustus 2009

Menyapa Rakyat, Dengan Damai


Mahkamah Konstitusi (MK) sudah memutuskan. Sembilan hakim konstitusional menolak semua gugatan sengketa Pemilihan Presiden (Pilpres) tahun ini. MK menilai tidak ada kecurangan yang terencana, masive dan terstruktur. Pemilu tetap dengan hasil yang sudah diputuskan, tidak ada pemilu ulang atau pun pemilu putaran ke-dua.

Dengan keputusan itu, ada pihak yang puas, tentu juga ada yang tidak. Pihak yang diuntungkan dengan keputusan MK, si termohon dan peserta nomor 2, berseri-seri. Sementara kubu nomor 1 dan nomor 3 berang, meski, mungkin dengan keterpaksaan, akhirnya menerima. This is reality dude, walau kadang, salahnya manusia, adalah tidak suka dengan realitas.

Saatnya sekarang untuk membenahi negeri ini, untuk yang menang, pun bagi yang takluk. Jangan mempolitisasi kondisi dan situasi negeri ini. Jangan pernah ada politik drama lagi yang seolah-olah tersakiti. Rakyat bosan dengan konflik para elite. Ketiga pasangan calon mesti menjadi pahlawan republik. Jangan bosan untuk menyapa rakyat, meski lewat jalan yang berbeda, bukan sebagai presiden atau wakil presiden, tapi sebagai pahlawan bagi bangsa. Pahlawan demokrasi.

Jangan lelah untuk berjuang bagi bangsa ini. Walau beginilah akhirnya, Anda tetap kalah. Namun Anda, sama sekali bukan pecundang. Setidaknya, Anda semua sudah membuktikan pada dunia, bahwa kami bisa, kami bisa menjalankan demokrasi. Tidak ada anarkis, saat kekecewaan memuncak. Tidak ada kekerasan saat beranggapan aturan sudah dinafikan. Meski pada akhirnya, Anda menggugat, namun mungkin itu bagian dari pembuktian tadi, bahwa kami bisa menjalankan demokrasi sepenuhnya, tidak setengah-setengah. Meski, untuk hasil dan penyelenggaraan, sebagian dari kami, termasuk saya mungkin sama sekali tidak puas.

Dan MK adalah lembaga yang memiliki legitimasi dari rakyat untuk memutuskan, semua harus tunduk pada peradilan regulasi ini. Keputusan MK sudah menjadi kebijakan hukum yang kuat. Banyak hal yang perlu dibenahi, sehingga ke depannya, Pemilu ‘tidak lagi membutuhkan’ lembaga seperti MK, maupun Mahkamah Agung (MA). Tapi cukup hanya memperkerjakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Saya tidak akan membeberkan apa-apa yang perlu dibenahi, karena itu sudah terus dikumandangkan oleh para pakar. Dan mudah-mudahan, semua pihak mendengar.

Ada yang bilang, Pemilu adalah pesta bagi rakyat. Dan pesta merupakan sesuatu yang menggembirakan, bukan malah menciptakan konflik. Pemilu adalah pesta yang memudahkan, bukan malah menyulitkan. Tidak akan ada orang yang datang ke pesta, jika ternyata pesta itu malah menghambat dirinya untuk mengeksplorasi. Jadi, Pemilu nanti, bangsa ini harus merealisasikan ungkapan Pemilu adalah benar-benar Pesta bagi rakyat.

Akhirnya, rakyat lega sekarang. Semua sudah bisa menerima. Sesuai janji yang diucapkan dulu, sebelum Anda berkompetisi. “Siap Menang Siap Kalah”. Lalu, jika Anda malas untuk mengucapkan selamat pada pemenang, pura-puralah. Tersenyum dan ucapkan selamat. Demi rakyat. Jika Anda masih menaruh rasa dendam, masih ada lima tahun lagi. Jangan perlihatkan dendam Anda sekarang. Demi rakyat. Dan jika Anda masih belum puas dengan putusan-putusan yang ada, Anda harus menerima, dengan keterpaksaan atau tidak. Semua itu, demi rakyat, demi Bangsa dan demi Indonesia. (krisiandi sacawisastra)


Tulisan dibuat sesaat setelah keputusan MK

Tidak ada komentar: